2.3.A.9 KONEKSI ANTAR MATERI – COACHING
OLEH
Dengan di dampingi oleh Fasilitator dan Pengajar Praktek
1. kesimpulan dan penjelasan mengenai peran kita sebagai Penuntun (Sistem Among) atau seorang Coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di Modul 2 yakni Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Emosi dan Sosial
Filosofi Pendidikan Ki Hajar
Dewantara sangatlah relevan dengan dunia Pendidikan saat ini.
Pemikiran-pemikirannya menjadi acuan dan dasar pemerintah dalam memajukan
pendidikan di indonesia. Menurut beliau bahwa pendidikan adalah proses
menuntun tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kodrat dan iradat yang
dimilikinya agar anak tersebut memperoleh kebahagaian dan keselamatan baik
sebagai individu maupun bagian dari masyarakat.
Untuk itu, salah satu proses menuntun
tersebut dapat dilakukan dengan cara coaching. Dalam coaching guru berperan
sebagai coach yang dapat menuntun murid sebagai coachee dengan mengajukan
pertanyaan untuk menggali segala potensi dan kemampuan yang dimiliki murid
dengan tujuan menuntun dan mengarahkan untuk mencari solusi. Guru sebagai coach
sangat berperan penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui
keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga timbullah rasa empati, saling
menghormati dan saling menghargai antara guru dan murid.
Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat menyadarkan murid akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya sehingga murid tersebut mendapatkan solusi atas permaslahannya sendiri. Dalam proses coaching, sangat jelas terlihat bahwa guru dan murid adalah mitra dalam belajar. Belajar bersama mengenali kekuatan yang dimiliki untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan murid. Kini, bukan zamannya guru cemerlang sendiri akan tetapi bagaimana murid pun menjadi cemerlang dan bersinar. Untuk itu guru dapat membantu murid menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.
Sebagai seorang guru, hendaknya
kita juga berperan sebagai coach mengapa? Ya, karena sejatinya peran guru
adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagaiaan
sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Lalu apa itu coaching? Coaching
adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi,berorientasi pada
hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa
kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari
coachee (Grant, 1999). Murid kita disekolah mempunyai potensi yang
berbeda-beda, tugas guru adalah untuk memfasilitasi mereka agar berkembang.
Kompetensi dasar yang harus kita miliki agar menjadi coach yang hebat bagi
murid-murid adalah:
Perbedaan antara Coaching, Konseling, dan Mentoring dalam Konteks Pendidikan
Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan
informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media
kata, tulisan ataupun tanda peraga. Empat unsur utama yang mendasari prinsip
komunikasi yang memberdayakan:
- Hubungan saling mempercayai
- Menggunakan data yang benar
- Bertujuan menuntun para pihak untuk
optimalisasi potensi
- Rencana tindak lanjut atau aksi
Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih
untuk mendukung praktik Coaching kita.
- Komunikasi asertif
Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan
kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan
kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Beberapa tips singkat yang
dapat seorang coach lakukan: menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh dan
menyelaraskan emosi.
- Pendengar aktif
Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang
berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah
pada diri coachee, yakni murid kita. Beberapa teknik mendengarkan aktif,
sehingga kita mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan:
- Memberikan perhatian penuh pada lawan
bicara kita dalam menyampaikan pesan.
- Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.
- Menanggapi perasaan dengan tepat.
- Parafrase
- Bertanya
- Bertanya efektif
‘Bertanya’ pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan
tujuan tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun
pertanyaan yang diberikan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan
hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau
nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi
bagi pengembangan potensi diri.
- Umpan balik positif
Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri.
Coaching memiliki peran yang sangat penting karena dapat
digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan
berbagai strategi yang disepakati bersama. Jika proses coaching berhasil dengan
baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu
proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.
Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan
potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. International
Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok
kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:
1. Keterampilan membangun dasar proses coaching
2. Keterampilan membangun hubungan baik
3. Keterampilan berkomunikasi
4. Keterampilan memfasilitasi pembelajaran
Dari keempat kompetensi dasar di
atas, sangat erat kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran
sosial dan emosional. Mengapa? Karena dalam proses coaching sendiri membutuhkan
pendekatan sosial dan emosional kepada murid. Dimana kita harus bisa membangun
hubungan baik, berkomunikasi yang baik dengan murid, dan memahami
kebutuhan-kebutuhan tiap murid. Jadi dengan menguasai teknik-teknik
pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial-emosional, dan coaching, guru
telah siap untuk memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid. Karena dari
ketiga pembelajaran tersebut semuanya berpusat pada murid.
Proses coaching berbeda dengan
mentoring dan konseling. Seorang coach (pemberi manfaat dan pelaksana kegiatan
coaching) tidak langsung memberikan
solusi atas permasalah yang dihadapi oleh coachee (penerima kegiatan dan
manfaat dari kegiatan coaching) melainkan dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan rangsangan atau pemantik agar coachee menemukan
alternatif solusinya sendiri.
Model coaching yang banyak
digunakan adalah TIRTA. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka
belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching
yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model
TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah
dengan mudah.
TIRTA: satu model
coaching untuk konteks pendidikan. TIRTA dikembangkan dari satu model coaching
yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. Model TIRTA
dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan
coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan
potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan
dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah
TIRTA kepanjangan dari:
T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
Dari segi bahasa, TIRTA berarti
air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah
air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda,
sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa
sumbatan.
Materi pada modul ini berkaitan erat dengan materi-materi pada
modul sebelumnya, yaitu:
- Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan
proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap
murid (Tomlinson 2000). Sebelum merancang pembelajaran berdiferensiasi,
terlebih dahulu kita dapat memetakan kebutuhan belajar murid, paling tidak
berdasarkan 3 aspek, yaitu aspek kesiapan, minat dan profil murid. Ketiga aspek
tersebut dapat ditelusuri dari murid salah satunya melalui proses coaching.
Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan
tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran
berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai
hasil belajar yang optimal karena Pembelajaran berdiferensiasi berakar pada
pemenuhan kebutuhan belajar murid dan guru merespon kebutuhan belajar murid
tersebut.
- Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang
dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini
memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan
emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi 2) menetapkan dan
mencapai tujuan positif 3)merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
4)membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta 5)membuat keputusan
yang bertanggung jawab. Dalam membimbing murid membuat keputusan yang bertanggung
jawab salah satunya dapat dilakukan dengan proses coaching.
Pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh untuk mewujudkan kesejahteraan (well-being). Kompetensi Sosial Emosional tersebut yaitu kesadaran diri (pengenalan emosi), pengelolaan diri (pengenalan emosi dan fokus), kesadaran diri (empati), keterampilan sosial (resiliensi) dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.
2.
Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman atas
keseluruhan materi Modul 2.3 bagaimana keterampilan coaching dapat membantu
profesi Anda sebagai guru dalam menjalankan pendidikan yang berpihak pada murid
Refleksi terhadap proses coaching
di sekolah
Coaching adalah salah satu bentuk
usaha yang dilakukan guru untuk menuntun segala potensi murid untuk hidup
sesuai kodratnya yang dimilikinya. Coaching menjadikan murid dapat hidup
sebagai individu dan bagian masyarakat yang mampu menggali dan memaksimalkan
segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Coaching dapat menuntun murid untuk berkesadaran penuh mencapai kemerdekaan
belajar.
Untuk mewujudkan pembelajaran
yang berpihak pada murid ternyata tidak semudah membalikan telapak tangan.
Perlu kerja keras dan komitmen dari seorang guru untuk memberikan yang terbaik
bagi murid-muridnya. Salah satu caranya yaitu dengan terus meningkatkan
kompetensinya. Guru dituntut untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan belajar
tiap murid yang berbeda-beda dengan memberikan pembelajaran berdiferensiasi.
Guru harus bisa mengenali emosi dan membangun hubungan sosial-emosional dengan
murid, dan juga guru harus bisa menjadi seorang coach bagi murid-muridnya dalam
rangka mengembangkan segala potensi yang ada pada murid. Guru yang berperan
sebagai coach menunjukan sebuah pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk
itu marilah kita semua belajar dan terus belajar demi kemajuan dan perkembangan
murid-murid kita.